Rabu, 23 Mei 2012

ASAL USUL DAERAH JAKARTA TIMUR

. Rabu, 23 Mei 2012

 

Berikut adalah asal usul nama daerah sekitar Jakarta Timur, diambil dari beberapa sumber….Silahkan di baca, semoga bermanfaat :

 

JATINEGARA


Peta Jatinegara & sekitarnya

    Jatinegara dewasa ini menjadi nama sebuah Kecamatan. Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur, salah satu pusat Kota Jakarta yang multipusat itu. Nama Jatinehara baru muncul pada kawasan tersebut, sejak tahun 1942, yaitu pada awal masa pemerintahan pendudukan balatentara Jepang di Indonesia, sebagai pengganti nama Meester Cornelis yang berbau Belanda.
Sebutan Meester Cornelis mulai muncul ke pentas sejarah Kota Jakarta pada pertengahan abad ke-17, dengan diberikannya izin pembukaan hutan dikawasan itu kepada Cornelis Senen adalah seorang guru agama Kristen, berasal dari Lontor, pulau Banda. Setelah tanah tumpah – darahnya dikuasai sepenuhnya oleh kompeni, pada tahun 1621 Senen mulai bermukim di Batavia, ditempatkan di kampung Bandan. Dengan tekun ia mempelajari agama Kristen sehingga kemudian mampu mengajarkannya kepada kaum sesukunya. Dia dikenal mampu berkhotbah baik dalam bahasa Melayu maupun dalam bahasa Portugis (kreol) Sebagai guru, ia biasa dipanggil mester, yang berarti “tuan guru”. Hutan yang dibukanya juga dikenal dengan sebutan Mester Cornelis, yang oleh orang – orang pribumi biasa disingkat menjadi Mester. Bahkan sampai dewasa ini nama itu nampaknya masih umum digunakan oleh penduduk Jakarta, termasuk oleh para pengemudi angkot (angkutan kota).
Kawasan hutan yang dibuka oleh Mester Cornelis Senen itu lambat laun berkembang menjadi satelit Kota Batavia. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah oleh Pemerintah Hindia Belanda dibentuklah Pemerintahan Gemeente (kotapraja) Meester Cornelis, bersamaan dengan dibentuknya Gemeente Batavia. Kemudian, mulai tanggal 1 Januari 1936 Gemeente Meester Cornelis digabungkan dengan Gemeente Batavia. Disamping kedudukannya sebagai gemeente, pada tahun 1924 Meester Cornelis dijadikan nama kabupaten, Kabupaten Meester Cornelis, yang terbagi menjadi 4 kewedanaan, yaitu Kewedanaan Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi, dan Cikarang (Kolonial Tidschrifft, Maart 1933:1). Pada jaman Jepang pemerintah pendudukan jepang, nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara, bersetatus sebagai sebuah Siku, setingkat kewedanaan, bersama – sama dengan Penjaringan, Manggabesar, Tanjungpriuk, Tanahabang, Gambir, dan Pasar Senen. Ketika secara administrative Jakarta ditetapkan sebagai Kotapraja Jakarta Raya, Jatinegara tidak lagi menjadi kewedanaan, karena kewedanaan dipindahkan ke Matraman, dengan sebutan Kewedanaan Matraman. Jatinegara menjadi salah satu wilayah Kecamatan Pulogadung, Kewedanaan Matraman (The Liang Gie 1958:144)

 

 

CAWANG

Peta Cawang & Sekitarnya

    Kawasan Cawang dewasa ini menjadi sebuah kelurahan Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.Nama kawasan tersebut berasal dari nama seorang Letnan Melayu yang mengabdi kepada Kompeni, yang bermukim disitu bersama pasukan yang dipimpinnya, bernama Enci Awang.(Awang, mungkin panggilan dari Anwar).Lama – kelamaan sebutan Enci Awang berubah menjadi Cawang. Letnan Enci Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang bersama pasukannya bermukim dikawasan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Melayu, sebelah selatan Jatinegara. Kurang jelas, apakah sebagian atau seluruhnya, pada tahun 1759 Cawang sudah menjadi milik Pieter van den Velde, di samping tanah – tanah miliknya yang lain seperti Tanjungtimur atau Groeneveld, Cikeas,Pondokterong, Tanjungpriuk dan Cililitan (De Haan, 1910:50).Pada awal abad ke-20 Cawang pernah menjadi buah bibir, karena disana bermukim seorang pesilat beraliran kebatinan, bernama Sairin, alias Bapak Cungok. Sairin dituduh oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai dalang kerusuhan di Tangerang pada tahun 1924. Di samping itu. Ia pun dinyatakan terlibat dalam pemberontakan Entong Gendut, di Condet tahun 1916. Condet pada waktu itu termasuk bagian tanah partikelir Tanjung Oost (Poesponegoro 1984, (IV):299 – 300).

CILILITAN


Peta Cililitan & Sekitarnya

    Kawasan Cililitan dahulu terbentang dari sungai Ci Liwung di sebelah barat, sampai sungai Ci Pinang di sebelah timur. Sebelah selatan berbatasan dengan kawasan Kampung Makasar dan Condet. Di sebelah utara berbatasan dengan kawasan Cawang . Bagian sebelah barat Jalan Dewi Sartika sekarang sebatas simpangan Jalan Kalibata, biasa disebut Cililitan Kecil, sedangkan yang terletak disebelah timur Jalan Raya Bogor, dikenal dengan nama Cililitan Besar. Dewasa ini nama Cililitan dijadikan nama kelurahan, Kelurahan Cililitan, Kecamatan KRAMATJATI Kotamadya Jakarta Timur. Nama Cililitan diambil dari nama salah satu anak sungai Ci Cipinang.Dewasa ini anak sungai tersebut sudah tidak ada lagi bekas – bekasnya.Kata ci, adalah bahasa Sunda, mengandung arti "air sungai" Lilitan lengkapnya lilitan – kutu, adalah nama semacam perdu yang bahasa ilmiahnya Pipturus velutinus Wedd., termasuk famili Urticeae (Fillet 1888:201).Pada pertengahan abad ke- 17 kawasan Cililitan merupakan bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, ketika masih dimiliki oleh Pieter van der Velde (De Haan 1910:50). Kemudian beberapa kali berpindah pindah tangan. Sampai diganti namanya menjadi lapangan Udara Halim Perdanakusumah. Lapangan udara tersebut biasa disebut Lapangan Udara (vliegeld, kata orang Belanda) Cililitan.

 

 

CONDET


Peta Condet & Sekitarnya

     Kawasan Condet meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Batuampar,Kampung Tengah (dahulu disebut Kampung Gedong), dan Balekambang termasuk wilayah Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.Nama Condet berasal dari nama sebuah anak sungai Ci Liwung, yaitu Ci Ondet. Ondet, atau ondeh, atau ondeh – ondeh, adalah nama pohon yang nama ilmiahnya Antidesma diandrum Sprg.,termasuk famili Antidesmaeae (Fillet, 1888:128), semacam pohon buni, yang buahnya biasa dimakan. Data tertulis pertama yang menyinggung – nyinggung Condet adalah catatan perjalanan Abraham van Riebeeck, waktu masih menjadi Direktur Jenderal VOC di Batavia ( sebelum menjadi Gubernur Jendral ). Dalam catatan tersebut, pada tanggal 24 September 1709 Van Riebeck beserta rombongannya berjalan melalui anak sungai Ci Ondet "Over mijin lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok, Sringsing naar het hooft van de spruijt Tsji Ondet",..(De Haan 1911: 320). Keterangan kedua terdapat dalam surat wasiat Pangeran Purbaya (tentang tokoh ini dapat dilihat dalam tulisan ini pada entri: Kebantenan),yang dibuat sebelum berangkat ke pembuangan di Nagapatman, disahkan oleh Notaris Reguleth tertanggal 25 April 1716. Dalam surat wasiat itu antara lain tertulis, bahwa Pangeran Purbaya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak – anak dan istrinya yang ditinggalkan (De Haan, 1920:250).Keterangan ketiga adalah Resolusi pimpinan Kompeni di Bataviater tanggal 8 Juni 1753, yaitu keputusan tentang penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen (52.530 ha), seharga 800 ringgit kepada frederik willem Freijer. Kemudian kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikelir Tandjoeng, Oost, atau Groeneveld (De Haan 1910:51).

 

CIJANTUNG


Peta Cijantung & Sekitarnya

   Dewasa ini Cijantung menjadi nama sebuah kelurahan, Kelurahan Cijantung, wilayah Kecamatan Pasar Rebo, Kotamadya Jakarta Timur.Namanya berasal dari nama sebuah anak sungai CiLiwung, yang berhulu di Areman, dekat Kelapa Dua sekarang.Pada pertengahan abad ketujuh belas kawasan itu sudah berpenghuni,sebagaimana dilaporkan oleh Kapten Frederick H. Muller, yang memimpin ekspedisi pasukan Kompeni pertama yang menjelajahi daerah sebelah selatan Meestercornelis, yang hutannya sudah dibuka setahun sebelumnya oleh Cornelis Senen. Ekspedisi Muller tersebut dilakukan karena terdorong oleh adanya berita – berita tentang adanya gerombolan orang-orang Mataram di daerah pedalaman, serta adanya jalan darat yang biasa digunakan oleh orang – orang Banten ke Priangan, melalui Muaraberes, di tepi sungai Ci Liwung.Perjalanan Kapten Muller dari kastil Batavia ke Cijantung, dimulai tanggal 4 Nopember 1657, bersama pasukannya yang terdiri atas 14 orang serdadu kulit putih dan 15 orang Mardijker, dipandu oleh 10 orang pribumi. Setelah berjalan selama tiga hari dengan susah payah merambah hutan, menyusuri tepi Sungai Ci Liwung, barulah mereka sampai di Cijantung yang di huni oleh 12 umpi di bawah pemimpinnya bernama Prajawangsa (De Haan 1911, (II):24).Mungkin sulit untuk dibayangkan, betapa lebatnya hutan antara Jatinegara sampai Cijantung pada tahun 1657 itu, dibandingkan dengan keadaan dewasa ini.

 

 

Sumber : http://arungmaya.blogspot.com

              http://singalodaya.wordpress.com

              http://betawi.disuka.com 

0 Pendapatmu:

 
Hadie-Littha_1979 To Blogger.com | Template by Hadie-Littha_1979