Jakarta - Perkembangan teknologi yang pesat dan derap langkah kehidupan yang cepat menuntut kemudahan layanan pemerintah dan bisnis sekaligus jaminan keamanan data identitas penduduk yang menerima layanan. KTP menjadi dasar bagi banyak layanan keseharian seperti layanan perbankan, pembuatan SIM, asuransi kesehatan, penerbangan dan lainnya.
Bahkan, untuk pertama kali KTP telah digunakan sebagai kartu pemilih dalam Pemilihan Umum Presiden tahun 2009. KTP yang demikian lekat dengan kehidupan sehari-hari memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya sebagai alat bukti diri penduduk tetapi juga sebagai dasar bagi pembentukan basis data kependudukan yang dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan, Pemilu, pembinaan tenaga kerja, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan keamanan negara.
Serangan teroris terhadap hotel JW Marriott pada tanggal 17 Juli 2009 dilakukan oleh pelaku yang mengantongi KTP palsu. Seorang penjebol rekening bank ditangkap oleh Polisi dan ditemukan memiliki lima buah KTP yang berbeda pada tanggal 25 Juli 2009. Telah disita sebanyak 88.000 KTP palsu sepanjang tahun 2008 di DKI Jakarta.
Tentunya kita tidak menginginkan keamanan negara terganggu karena dimungkinkannya memperoleh KTP palsu dan ganda. Tetapi pada saat yang sama, KTP tetap mudah diperoleh dan digunakan secara sah oleh penduduk yang berhak atas KTP tersebut. Bahkan, KTP dapat berlaku secara nasional sehingga penduduk yang memerlukan mobilitas tinggi antar daerah tidak harus memiliki banyak KTP lokal.
Lahirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan adalah langkah awal yang sangat penting bagi negara untuk melakukan penertiban terhadap penerbitan dokumen kependudukan dan pembangunan basis data kependudukan. Dalam Pasal 63 Ayat 1 UU No. 23 Tahun 2006, disebutkan bahwa penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 KTP.
Untuk dapat mengelola penerbitan KTP yang bersifat tunggal dan terwujudnya basis data kependudukan yang lengkap dan akurat diperlukan dukungan teknologi yang dapat menjamin dengan tingkat akurasi tinggi ketunggalan identitas seseorang dan kartu identitas yang memiliki metoda autentikasi kuat dan pengamanan data identitas yang tinggi untuk mencegah pemalsuan dan penggandaan.
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas unsur-unsur teknologi untuk mendukung terselenggaranya tertib administrasi kependudukan dengan penerapan KTP berbasis NIK secara nasional yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip atau disebut sebagai e-KTP, dan terbangunnya database kependudukan yang lengkap dan akurat sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan antara lain: perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan, Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah, proyeksi penduduk setiap wilayah, verifikasi kebenaran berbagai dokumen dan data kependudukan.
Tulisan ini dibagi dalam tiga bagian yaitu (1) pendahuluan tentang Nomor Induk kependudukan (NIK) dan e-KTP; (2) rancangan teknis penerapan awal KTP berbasis NIK secara nasional yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip; (3) sistem identifikasi sidik jari jari terotomasi dan chip.
Nomor Induk Kependudukan
Nomor identifikasi nasional digunakan oleh banyak negara seperti Amerika Serikat, Brasil, Belgia, Spanyol, Afrika Selatan, Malaysia dan China untuk keperluan pendaftaran penduduk, pelayananan pajak, jaminan kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial. Nomor ini pada umumnya diberikan kepada penduduk ketika lahir atau mencapai umur dewasa 16 – 18 tahun.
Nomor identifikasi nasional dibentuk dalam berbagai format. Di China, nomor identifikasi nasional memiliki 18 digit dengan format RRRRRRYYYY1937MMDDSSSC yang diberikan kepada semua warga negara yang berusia 16 tahun ke atas. RRRRRR merupakan kode wilayah di mana seseorang lahir, YYYYMMDD adalah tanggal lahir, SSS adalah angka urutan bagi orang-orang yang lahir pada tanggal dan tempat yang sama. Angka urutan ganjil untuk laki-laki dan genap untuk perempuan. Huruf terakhir C merupakan nilai checksum dari 17 digit di muka.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan memuat pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan adanya reformasi di bidang Administrasi Kependudukan. Salah satu hal penting adalah pengaturan mengenai penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK adalah identitas Penduduk Indonesia dan merupakan kunci akses dalam melakukan verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna mendukung pelayanan publik di bidang Administrasi Kependudukan.
Sebagai kunci akses dalam pelayanan kependudukan, NIK dikembangkan ke arah identifikasi tunggal bagi setiap Penduduk. NIK bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia dan berkait secara langsung dengan seluruh Dokumen Kependudukan. Pada Pasal 13 Ayat (3) UU No. 23 Tahun 2006 disebutkan bahwa NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam setiap Dokumen Kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan paspor, surat izin mengemudi, nomor pokok wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan penerbitan dokumen identitas lainnya.
NIK terdiri dari 16 (enam belas) digit terdiri atas:
a.6 (enam) digit pertama merupakan kode wilayah provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan tempat tinggal pada saat mendaftar;
b.6 (enam) digit kedua adalah tanggal, bulan, dan tahun kelahiran dan khusus untuk perempuan tanggal lahirnya ditambah angka 40; dan
c.4 (empat) digit terakhir merupakan nomor urut penerbitan NIK yang diproses secara otomatis dengan SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan).
Sebagai contoh seorang wanita pemilik KTP di Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat yang lahir pada tanggal 27 Nopember 1976 memiliki NIK 1371016711760003.
KTP Bersidik Jari dan Chip
Bagaimana mewujudkan KTP yang tunggal bagi setiap penduduk sehingga NIK bisa menjadi kunci akses bagi penduduk untuk mendapatkan layanan publik baik oleh pemerintah maupun swasta? Teknologi berperan penting dalam mendukung terwujudnya identitas tunggal penduduk. Dalam hal ini, setiap manusia memiliki ciri-ciri fisik khusus yang unik dan dapat menunjukkan ketunggalan identitas seseorang dengan tingkat akurasi yang tinggi.
Ciri-ciri fisik tersebut dikenal sebagai biometrik. Ada beberapa macam biometrik yang dapat digunakan untuk menentukan identitas seseorang yaitu ciri-ciri retina atau iris, pengujian DNA, geometri tangan, pola vascular, pengenalan wajah, suara dan tanda tangan. Dari berbagai biometrik ini, sidik jari memiliki dua karakteristik penting yaitu (1) sidik jari memiliki ketetapan bentuk seumur hidup manusia (Prabhakar 2001); dan (2) tidak ada dua sidik jari yang sama (Pankanti 2002). Di samping itu, pengambilan dan pemadanan sidik jari cukup mudah dilakukan dan tidak memakan biaya mahal dibandingkan dengan jenis biometrik yang lain.
Untuk meningkatkan keamanan kartu identitas dari pemalsuan dan penggandaan, data sidik jari beserta biodata, pas photo dan gambar tanda tangan disimpan dalam keadaan terenkripsi dan bertanda tangan digital ke dalam sebuah chip untuk keperluan identifikasi jati diri seseorang. Pembacaan dan penulisan kartu dilakukan melalui proses autentikasi dua arah antara kartu dan perangkat pembaca elektronik.
NIK, nama dan data lainnya di dalam chip dapat dibaca secara elektronik. Kartu identitas tersebut juga dilengkapi dengan fitur keamanan pencetakan seperti relief text, microtext, filter image, invisible ink dan warna yang berpendar di bawah sinar ultra violet serta anti copy design. KTP berbasis NIK yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip atau disebut sebagai e-KTP berukuran sebesar kartu kredit atau ATM.
*) Penulis adalah Dr Husni Fahmi merupakan perekayasa yang bekerja di Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Dia meraih gelar bachelor, master, dan doktor pada bidang Computer Engineering dari Purdue University, Amerika Serikat. Saat ini, dia mendapatkan tugas sebagai Kepala Program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) – BPPT.
0 Pendapatmu:
Posting Komentar